Mungkin kata itulah yang tepat jika melihat seperti apa
lebih dalam tentang apa yang terjadi di negeri ini.
Masih banyaknya orang yang terlantar, kelaparan, tidak punya
tempat tinggal,bahkan keamanan yang belom terjamin.
Apa itu yang dinamakan suatu negeri? Apa negeri hanya suatu
arti lahan yang tak bermakana? Atau malah hanya keuntungan untuk beberapa
pihak?
Akan pasti banyak pertanyaan yang timbul sebelum suatu
negara benar-benar hancur. Suatu politik yang kejam akan menyiksa mereka yang
kecil.
Korupsi..
Sudah pasti terngiang-ngiang di lubuk hati kita jika
mendengar hal itu, mereka mengambil hak dari orang lain yang jauh lebih
membutuhkanya, yang membuat rakyat kecil tertindas, kurangya kualitas dari
pendidikan mereka yang menyebabkan mereka terus saja ditindas.
Susahnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari sandang,
pangan, dan papan. Sebagaimana umumnya manusia adalah harus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut karna itulah definisinya, jika tidak dipenuhi
apalah bedanya mereka dengan mahluk hidup lain.
Apakah mereka punya rohani hati? Karna mereka yang mengambil
yang bukan haknya berfoya-foya dengan lifestyle
mereka sedangkan mereka yang diambil haknya terlantar, tertindas dan
tersiksa dalam fisik maupun mental.
Apakah ada cara untuk mengatasi itu semua? Apakah kita perlu
pahlawan untuk kebenaran?keadilan? apakah ini terus berlanjut? Siapa yang
harusnya bertanggung jawab?
Koruptor itu jahat? Polisi sebagai penegak keadilan itu yang
benar? Istilah-istilah ini selalu berubah sepanjang perjalanan sejarah!
Anak-anak yang belum pernah melihat perdamaian dan anak-anak yang belum pernah
melihat perang memiliki nilai yang berbeda. Mereka yang berdiri di atas
menentukan apa yang salah dan apa yang benar. tempat ini adalah tanah yang
netral. Keadilan akan menang, Anda katakan? Tapi tentu saja itu akan bisa
terjadi, tapi yang utama Siapa pun yang memenangkan perang ini menjadi
keadilan!
Hancurnya negeri ini
Sesuatu
hal yang ingin paling indah dalam hidup gw
akan gw coba utarakan paling dalam
bagaimana matematik bisa merubah hidup gw sampe pemikiran gw terhadap semua objek.
Semua
bermula dari umur gw sekitar 6-7 tahun karna mungkin hal yang bisa
gw ingat hanya sampai situ. gw adalah pribadi yang bodoh dan sama sekali mengerti apa esensi
dari belajar itu sendiri, terbukti ketika selama perjalanan gw sampai lulus
SMP(Sekolah menengah pertama) gw selalu peringkat paling bawah di kelas gw.
Hal
itu terus terjadi sampai gw lulus smp, gw masih gk ngerti apa esensi dari
belajar. Dan masih sama seperti dulu, gw selalu bete/males banget dan malah
bisa sampe bikin pala gw sampe stress ketika disuruh belajar. Sampe akhirnya gw
punya pertanyaan sama temen gw yang
hobinya emang belajar terus:
Belajar buat apa sih ?
Kenapa sih lu kok belajar
terus?
lu ngapain sih belajar
cape-cape emang lu mau jadi president?
Dll.
Akhirnya
jawabanya yang gw terima tidak yang seperti diharapkan, yang membuat gw gk ada
perubahan sampe gw lulus dari smp.
Awal
pelajaran baru pun dimulai, gw masih sama seperti dulu bodo amat walaupun udah lulus dari smp tapi apa yang ada
sama seperti gw masuk pertama kali sekolah, gw gk dapet apa itu yang dimaksud
dari esensi dari belajar itu sendiri. Dan akhirnya tiba di pelajaran
matematika, pelajaran yang paling gw benci karna gurunya killer, dan dia pengen
semua muridnya bisa tapi apa daya otak gw tidak memadai untuk menampunya.
Alhasil
gw selalu kena omel, dan kena hukum selalu dan selalu~
Selesai dari kelas satu gw naik ke kelas dua, tanpa
membawa suatu perubahan. Dan satu hal yang pasti guru matematiknya ganti, gw
mendapat guru matematik yang bebas saking terlalu bebasnya sewaktu dia ngajar
gw pernah sampe main PES(Pro Evolution
Soccer) kalo ada yang gk tau itu sejenis game sepak bola gitu.
Dan
akhirnya sampe gw dimana kelas 3 semester 2, yang temen-temen gw udah pada
sibuk dengan persiapan UN, tapi gimana nasib gw??
Dan
akhirnya gw punya niat dikit buat gogling sesuatu yang gw gk ngerti tentang
salah satu bab dari matematika, dan alhasil gw dapet sesuatu yang sampe membuat
gw merinding sekujur badan gw, BOOMM!!.
Gw
dapat suatu situs e-learning gitu yang didalamya gw dapet apa yang sama sekali
gw dapetin sewaktu gw sekolah dari sd,smp,sma. gw dapat apa itu esensi belajar, belajar itu buat apa, guna belajar
itu apa sampe gw merubah pikiran-pikiran gw tentang belajar itu 360 derajat.
Akhirnya
gw jadi suka banget sama matematika, dan sampe gw jadi belajar mtk sendiri
tanpa paksaan dan gw iklah sepenuh hati.gw ngerti buat apa belajar? Apa belajar
buat nilai? Ato belajar buat orang tua?
Itulah jawaban-jawaban temen gw dulu ketika gw tanya buat apa belajar,
dan gw punya jawaban sendiri yang untuk pertanyaan itu yaitu, “Belajar untuk
kesenangan sendiri”.
Apa
yang gw pelajari dari e-learning itu pun bukan semata-mata mengajari gw tentang bagaiman caranya dapet nilai
yang bagus, tapi lu bakalan dapat
lebih bagaimana lu bisa suka sama pelajaran itu,
“karna ketika lu udah suka sama pelajaran itu
lu bakal lihat sendiri hasilnya”.
Alhasil
selama sem2 gw fokus sama pelajaran matematik sendiri sepulang sekolah gw
belajar sampe malem, tiap hari gw lakuin itu dan sekali lagi tanpa paksaan.dari
belajar itu gw jadi bisa menganalisa segala hal dari fisika, kimia, maupun
biologi jadi gw suka juga.
Sampe
akhirnya gw jadi suka mengkritisi segala hal yang emang menurut gw salah,
selama pengalaman gw, gw pikir orang bego/bodoh
akan selamanya pasti seperti itu dan ternyata itu salah sebenarnya bodoh
itu lu karna gk mau belajar dan gk tau apa itu esensi dari belajar itu sendiri,
jadi solusi yg gw saranin sama pemerintah adalah untuk memfokuskan anak sejak
dini belajar bukan jadi salah satu beban tapi malah menjadi kesenangan anak itu
sendiri disitulah guru dilihat untuk pembangun karakter.
The Beauty In Mathematics
Waktu yang terus bergulir higga aku menatap langit terlalu
lama
Aku tidak melihat anak-anak yang bermain di dalam keramaian
Dimana budayaku yang dulu ada, apa sudah ditelan waktu?
Apakah ini benar? Apakah ini salah?
Siapa yang tahu?
Kemana penerus-penerus budaya bangsaku?
Apakah ini yang namanya perubahan?
Terasa sangat aneh kurasakan.
Apa yang mereka sedang lakukan?
Menghilangkan budaya bangsa ku?
Kemana budaya-budaya itu?
Mengapa kebanyakan dari mereka sudah pergi ke negeri lain?
Budayaku yang hilang..
Semoga kau bisa kembali bangkit
Untuk mengenang semua para pendahulu kita
Dan tetaplah kau menjadi kenangan yang terindah.Budayaku yang hilang
Apakah dunia ini sudah ada kedamaian?
Ia, kebanyakan orang mati memang berkata seperti itu.
Tetapi apa yang saya lihat dalam realita kehidupan orang
yang hidup berbalik.
Dimana masih ada peperangan dan penindasan dimana-mana.
Dimana ada manusia yang diperbudakan seperti hewan.
Jadi, Apakah dunia ini bisa mewujudkan kedamaain?
Bisa, kebanyakan orang yang sudah mati memang berkata
seperti itu
Memang apalah yang bisa kulakukan?
Membuat fajar? Menghela bulan? Atau membangunkan yang mati?
Apa Dunia ini memang dicipta memang bukan untuk kedamaian?
Dimana kedamaian itu? Dalam keadilan,
kebanyakan orang yang sudah mati berkata seperti itu lagi
ku pun menjawab semoga keadilan bisa menuntunmu wahai orang
mati.
NO Justice NO Peace
Tidak perlu jauh-jauh sampai pengaruhnya ke masyarakatnya. Karena, ke tubuh
kita sendiri saja sosial media sudah membawa dampak yang signifikan.
1. Otak Kita
Bisa Dibuat Ketagihan
·
Waktu membuka browser yang pertama dibuka Sosial media.
·
Waktu mengejakan tugas, Sebentar-bentar membuka Sosial media.
·
Sedang menaiki kendaraan, membuka Sosial media.
Kita ini memang sudah ketagihan sekali sama yang namanya sosial media.
Penelitian saja membuktikan kalau 5-10 persen pengguna internet di dunia ini
merasa kesulitan lepas dari media sosial.
Internet
addiction disorder (IAD) salah satunya disebabkan karena kita bisa sangat mudah
ngedapetin reward—berupa Likes (penghargaan), atensi, serta komentar—dengan
usaha yang mudah. Adiksi berinternet ini seperti adiksi yang ditimbulkan
narkoba yang bisa mengontrol proses emosi, jangkauan perhatian serta
pengambilan keputusan.
2. Konsentrasi
(sangat) mudah Terpecah Akibat Kebiasaan Multitasking
·
Sawaktu melihat Facebook di PC(personal computer), kita juga sambil melihat
feed Instagram di ponsel,
·
Sewaktu nonton tv, kita cek email di tablet,
·
Sewaktu makan, kita mebuka twiter/facebook dari ponsel.
Terlalu banyaknya ragam gadget, aplikasi serta media sosial membuat kita
ingin menggunakannya semua dalam satu waktu. Apalagi semuanya menawarkan
kecanggihan dan kesenangan. Dari gadget satu pindah ke gadget lain, dari akun
media sosial yang satu ke media sosial yang lain. Kita seolah tak punya kendali
untuk konsentrasi pada satu perangkat saja.
Kebiasaan multitasking ini membuat pelaku sangat rentan terhadap intervensi
atau distraksi. Pelaku mudah terganggu, konsentrasi mudah pecah, dan kesulitan
menyerap informasi. Sebaliknya, pengguna media yang tidak bermultitasking,
justru cenderung mudah berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dan
mereka cenderung lebih bahagia ketika bermedia sosial.
3. Otak Jadi
Terlalu Peka Sama Notifikasi
Media sosial yang selalu memberikan notifikasi setiap kali ada update ternyata berdampak negatif pada
sistem syaraf kita. Karena terbiasa melihat ponsel setiap kali tanda notifikasi
masuk, kita jadi kerap mengira tanda apa pun (bunyi, getaran, dll) yang mengena ke indera, kita kira
sebagai notifikasi dari media sosial yang harus segera kita tanggapi. Gejala
inilah yang disebut sebagai phantom
vibration syndrome. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Michelee Drouin,
89% dari 290 sampel penelitiannya pernah mengalami sindrom ini.
4. Membuat Hati
Senang
Menurut data dari TollFreeForwarding,
Memainkan sosial media 10 menit bisa memicu keluarnya hormon oksitosin sebanyak
13%. Hormon oksitosin ini dikenal sebagai hormon yang membuat kita senang.
Setelah itu, penelitian lain juga meneliti kalau bersosial-media memang membuat
kita senang dan puas karena bersosial-media itu 80% melibatkan diri kita untuk
berinteraksi dengan orang banyak. Hal ini menyebabkan kita gemar
mengekspresikan diri dan terobsesi pada diri kita sendiri. Gejala tersebut
merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon dopamine,
sebuah hormon yang keluar kita sangat merasa senang, puas.
Adakah satu atau
lebih dari dampak di atas yang udah kalian rasakan? Mengetahui dampak-dampak
sosial media tersebut, maka penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan antara
interaksi di dunia maya dan interaksi tatap muka. Selain itu, kendali diri juga
sangat diperlukan agar kita tidak begitu saja hanyut di belantara dunia maya
ini.
Sosial Media dan Dampak pada Otak kita
Fenomena seperti ini memang udah turun-temurun terjadi dari mulai kecenderungan para senior yang ingin menyalahgunakan posisinya menjadi cenderung menindas yang junior, yang junior pasrah saja sambil mengharap ada junior baru agar bisa membalaskan dendam ke mereka. Budaya senioritas ini berputar terus antar generasi dan tidak ada habis-habisnya.
Nah, sebelum melanjukan saya ingin membahas hal ini, ada hal yang perlu saya
beri tau tentang topik kita kali ini sebelumnya. Pertama, ini bukan tulisan standard tentang senioritas mauun bullying yang pada akhirnya menasehati anda
khususnya para mahasiswa baru atau murid sma yang ingin lanjut ke lingkungan
mahasiswa pada tentang bahaya bullying dan sebagainya. Tetapi yang akan
dibahas lebih ke spesifik tentang dinamika hubungan antara
junior-senior yang sebetulnya tidak sebatas anda lihat dari sudut pandang negatif saja akan tetapi
lebih ke arah hubungan yang lebih luas terutama bagi perkembangan
intelektual, mental, karakter, dan juga sumber koneksi anda untuk masa
depan.
Kenapa ada fenomena senioritas?
Kenapa ada fenomena senioritas?
Sebelum dibahas lebih jauh tentang pertanyaan ini, saya ingin
tekankan terlebih dahulu dari definisi "senioritas" yang dimaksud disini bukan hanya sebatas stigma
negatif yang secara umum dipikirkan seputar penyalahgunaan kekuasaan, hazing, bullying,
dan sebagainya, tetapi justru lebih ke arah hubungan interaksi antar kelompok
memiliki jenjang umur serta pengalaman yang berbeda dalam
lingkungan yang sama. Nah, dalam pengertian tersebut budaya senioritas ini
bisa ditelusuri dari perspektif anthropology maupun biologis.
Budaya ini diperkirakan sudah ada sejak jaman hunter-gatherer (berburu-mengumpul) sekitar 80.000 -
12.000 tahun yang lalu. Yaitu, ketika manusia masih hidup dalam kelompok
kecil-kecil, dan menggantungkan hidupnya dengan berburu dan mengumpulkan
makanan dari alam. Pada periode tersebut, manusia mengalami peningkatan
kemampuan adaptasi yang luar biasa, dimulai dari terciptakan sistem agrikultur,
taktik berburu, dan yang paling penting adalah tradisi budaya yang terjadi
secara turun-temurun.
Nah, coba anda pikirkan, kenapa kebudayaan manusia bisa
berkembang seiring berjalannya waktu? Ya pasti karena adanya transfer ilmu
pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman dari generasi sebelumnya ke
generasi selanjutnya. Bayangkan kalau saja tidak ada transfer ilmu pengetahuan.
Ilmu seseorang hanya berhenti di satu orang atau generasi itu aja. Ketika orang
itu mati, manusia-manusia lain harus eksplor dan mulai dari awal lagi untuk discover ilmu
yang sama. Nah, itulah awal mula dari konsep senioritas yang sudah dijalankan
sistem kemasyarakatan yang seperti tersebut.
Waktu jaman hunter-gatherer, ekspektasi umur manusia rata-rata itu tidak setinggi
sekarang yang bisa meninggal rata-rata di umur 65 ke atas.
Jaman dahulu hunter-gatherer itu, sangat jarang ada orang yang ngelewatin usia 40. Jangankan 40, 15
atau 20 aja kemungkinan besar sudah tewas dimakan macam-macam hal, bisa binatang
buas, keracunan makanan, kecelakaan, bencana alam, perang antar suku, dan
sebagainya. Jadi, buat individu manusia yang bisa berhasil bertahan sampe umur
40 tahun lebih, sudah pasti dianggap paling "sakti", paling bijak,
dan yang jelas paling sukses dalam bertahan hidup. Makanya mereka yang berhasil
menembus usia 30-40 begitu dihormati dan udah dianggap jadi panutan
buat masyarakatnya. Sebaliknya mereka yang senior juga senang untuk berbagi
ilmu kepada anak-anak, cucu-cucu, maupun junior-juniornya agar masyarakat
tersebut bisa terus berkembang dan beradaptasi.
Dengan perspektif seperti ini, anda bisa melihat jelas perbedaan
definisi dari "senioritas" yang lebih ideal, di mana senioritas itu
tidak hanya sekedar dari sudut pandang negatif saja, tetapi justru sebagai
budaya positif untuk meneruskan rantai ilmu pengetahuan, keterampilan, maupun
pengalaman dari generasi sebelumnya. Karena memang dengan cara seperti inilah
spesies manusia bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan
lingkungan hingga mengembangkan peradaban sebesar ini.
Hal itulah juga sebetulnya yang sedang dilakukan oleh mahasiswa
yang memang lebih senior dari anda yang saat ini masih SMA maupun kuliah. Kata
"senior" yang dimaksud bukan berarti anda harus takut , tetapi justru
merekalah sebagai orang yang lebih dulu mengalami apa yang anda alami
sekarang, mau untuk berbagi pengalaman dan ilmu pengetahuan agar anda bisa
lebih efisien dan efektif dalam belajar serta lebih cepat dalam berkembang.
Dengan harapan kelak ketika anda juga menjadi senior, anda juga akan meneruskan
budaya yang sama ke generasi berikutnya sehingga masyarakat kita bisa
berkembang lebih baik lagi.
Sekarang setelah anda memahami kenapa ada
fenomena senioritas ini dan kenapa budaya ini sebetulnya bisa diarahkan
menjadi hal yang positif, baru saya membahas hal-hal yang lebih praktis buat
kehidupan anda sebagai pelajar jadi, anda sebagai junior (maupun
senior) untuk mengurangi efek yang negatif, dan maksimalkan dampak yang
positif dalam lingkunganya masing-masing.
Saran untuk Senior: bagaimana caranya supaya bisa dihormati (secara sehat) dan membangun budaya interaksi yang positif dengan junior?
"Lha, emang apa
sih manfaatnya berinteraksi sama junior? Kalo emang gua gak mau berbagi
pengalaman dan gimana, emang harus ya?"
Tentu saja ini tidak keharusan untuk anda, saya ingin memberikan
nasihat walaupun saya masih mahasiswa baru, juga tidak memberikan nasihat "Tapi kan alangkah baiknya kalau..." atau
semacamnya. Dengan menjaga hubungan baik antar jenjang umur, baik kepada senior
maupun junior, akan amat sangat bermanfaat bagi anda ke depannya. Jujur saja, kakak
senior sekarang mungkin melihat para junior anda hanya sekumpulan anak culun
yang tidak tahu apa-apa. Tapi seiring waktunya berjalan, 5-10 tahun lagi
jenjang umur antar 1-2 tahun itu sudah tidak ada artinya sama sekali. Di dunia
professional setelah anda kuliah nanti, nilai senioritas-junioritas itu akan
terkikis dan gak hanya terbatas dengan perbedaan umur saja . Faktor-faktor yang
lebih diperhitungkan justru adalah :
- Bagaimana
kualitas karakter anda? Apakah anda dikenal sebagai orang yang punya
integritas, kedisiplinan, punya kemampuan, dan sebagainya.
- Seberapa
dalam anda mengkaji bidang yang anda tekuni?
- Dan mungkin yang paling penting adalah seluas apa anda membangun koneksi anda dengan orang-orang berkualitas lainnya?
Nah, khususnya di point terakhir yang ingin saya sampaikan
adalah, para junior di mata anda yang
mungkin sekarang tampak culun ini bisa jadi akan berubah jadi orang-orang
berkualitas yang kelak bisa jadi temen berdiskusi, sahabat seperjuangan anda,
calon anak buah anda, partner kerja anda, sumber koneksi anda ke orang-orang
penting, atau bahkan mereka bisa jadi atasan anda.
Nah, dengan melihat persepktif hidup yang lebih luas seperti
ini. saya berharap anda bisa memandang para junior anda ini bukan sebagai
target supaya anda bisa pamer atau jadi pesuruh anda saja, tapi
justru jadi asset masa depan anda yang berharga! Asset dalam arti bukan jadi
objek buat dimanfaatkan, tetapi justru untuk saling memberi manfaat satu sama
lain.
Jadi, saya berfiikir kalo anda bisa ambil sikap secara positif
dengan membantu adik-adik anda ini untuk bisa beradaptasi, anda bisa berbagi
pengalaman anda bersama mereka, seperti memberikan bimbingan serta manfaat
dalam menjalani rintangan dan hambatan yang sebelumnya pernah anda hadapi. Saya
yakin mereka akan respect dengan anda
dengan cara yang lebih natural, lebih sehat, dan pastinya lebih tulus dan tidak
dibuat-buat. Dan akhirnya, dalam beberapa tahun ke depan anda akan jadi orang
yang memiliki koneksi yang luas karena anda sudah membangun hubungan yang baik
dengan setiap lingkungan anda. Dengan koneksi lo yang luas, peluang dan kesempatan
anda juga lebih luas, dan anda akan jauh lebih mudah untuk survive dan nyaman kalo anda punya banyak kenalan dimana-mana yang
bisa dengan rela bantuin anda dengan tulus kapan saja. Iya kan?
Sekian , semoga bisa bermanfaat bagi anda yang
saat ini berada dalam posisi sebagai junior maupun senior, supaya masing-masing
dari anda bisa membangun budaya interaksi yang positif dan saling bermanfaat
satu sama lain, terimakasih.
Dinamika Senioritas di Lingkungan pelajar
Langganan:
Postingan
(
Atom
)